wellcome

ahlan wa sahlan be sabakatna

Rabu, 23 November 2011

Kuliah Lapangan Jurnalistik di Alun2 Malang

Kuliah Lapangan Pendidikan Jurnalistik di Alun-alun Malang, 20 November 2011, jam 14.30 WIB.

Kasus 1. (Hasil Wawancara)

Berdandan Ala Orang Kaya ketika Mengamen

Jika diperhatikan dari kejauhan, tampak pemuda tua tersebut tidak seperti orang miskin yang mencari uang dengan cara mengamen. Biasanya identik pengamen itu berpakaian kumuh, lusuh dan tidak layak pakai. Dikarenakan agar mendapat simpati dari orang lain kemudian orang tersebut akan memberinya uang karena merasa iba dengan pengamen yang berpakaian kumuh tersebut. Akan tetapi kali ini lain dari biasanya. Pengamen yang satu ini kelihatan sangat mode dan bisa dibilang berduit. Itu jika dilihat dari penampilan luarnya. Berpakaian sangat rapi dan bagus. Akan tetapi jika dilihat dengan lebih cermat lagi, ternyata orang tersebut tidak berduit melainkan mencari duit, bisa dilihat dari alat musik petik yang dibawanya kemana-mana dan memainkannya di hadapan orang-orang yang ia hampiri.

Pengamen tersebut tak lain adalah Buari. Warga desa Baba’an kecamatan Ngajum kabupaten Malang. Pekerjaannya setiap hari adalah datang ke alun-alun untuk mengamen. Mulai pagi ia sudah berangkat ke alun-alun dan kembali ke rumah pada malam hari, hanya untuk mengamen. Namun selain mengamen, ia juga berkerja sebagai buruh serabutan. Biasanya tetangganya memanggilnya untuk mengerjakan suatu pekerjaan, seperti mencangkul di kebun atau sawah, membersihkan rumput-rumput di pekarangan rumah, dan sebagainya.

Buari tidak hanya tinggal seorang diri. Ia tinggal bersama anak semata wayangnya yang bernama Imam. Istrinya telah lama meninggal dunia beberapa hari setelah melahirkan anaknya, Imam. Sehingga Buari yang harus mengurus sekaligus menghidupi anaknya seoarang diri, yang kini anaknya telah duduk di kelas 5 SD di Baba’an. Ketika Buari pergi ke alun-alun untuk mengamen, maka anaknya ditinggal sendiri di rumah. Jadi Buari tidak pernah mengetahui aktivitas anaknya di rumah, apakah bersikap baik atau sebaliknya. Buari mengabaikan hal itu dan hanya mencari uang agar ia dan anaknya bisa tetap hidup.

Dengan penghasilan yang didapat dari mengemen, yaitu sekitar 12.000-15.000 per hari, Buari tidak kekurangan untuk mencari makan untuk dirinya dan anaknya. Selain kebutuhan pangan, dengan pengasilan rata-rata yang didapat, Buari juga masih bisa menyekolahkan anaknya.

Namun, untuk perihal pakaian Buari yang sangat modis yang dikenakan untuk mengamen, yaitu dengan mengenakan celana jeans, kaos berkerah, sepatu kets, dan topi yang bagus, pihak pewawancara tidak berani menanyakan hal itu, dengan alasan takut menyinggung perasaannya.

Kasus 2. (Hasil Observasi)

Tata Kota yang Khas: Masjid Jami’ Vs Alun-alun

Sore hari itu, tanggal 20 November 2011, tepatnya pada pukul 14.45, masjid Jami’ Kota Malang dipadati oleh orang-orang yang bersiap untuk menunaikan ibadah shalat Ashar. Qira’ah pun sudah dikumandangkan, tanda waktu shalat Ashar akan segara tiba. Tidak sedikit dari kaum para ibu, bapak-bapak bahkan anak-anak yang telah mengambil air wudlu untuk bersiap melaksanakan shalat Ashar.

Tidak jauh dari masjid Jami’, terdapat alun-alun yang dipadati oleh masyarakat pula. Layaknya mereka sedang asyik menikmati keindahan alam dunia, bahkan hingga lupa pada Penciptanya. Dikala Sang Pencipta memanggilnya agar melaksanakan Shalat Ashar, orang-orang yang berada di alun-alun tersebut seakan telah mengabaikan Pencipta dunia yang sedang dinikmatinya saat itu. Mereka tetap berada di alun-alun dan tidak segera pergi ke Masjid.

Lalu, mengapa harus ditata seperti itu kota ini? Apakah mungkin dengan tujuan “jika orang-orang yang tengah berada di alun-alun, bisa dengan segera menuju Masjid jika telah masuk waktu shalat, agar tidak terlalu jauh mancari sebuah masjid, dan nantinya bisa kembali ke alun-alun untuk menikmati hari santainya?”. Tujuan yang bagus dari pemerintah kota. Akan tetapi sepertinya masyarakat yang kurang sadar dengan kebijakan pemerintah tersebut. Tidak ada pengaruhnya masjid yang disetting dekat dengan alun-alun. Memang tidak semua orang menanggapi negatif. Ada pula orang-orang yang memanfaatkan masjid untuk shalat. Ketika sedang berada di alun-alun langsung menuju Masjid untuk melaksanakan shalat.

Setting antara Masjid dan Alun-alun yang saling berdekatan, ternyata jika cermati, tidak hanya berlaku di kota Malang saja. Coba kita perhatikan di lain daerah. Misalnya di kota Batu, ada masjid dan ada alun-alun, di Bojonegoro, di Tuban, dan masih banyak lagi kota yang memberi setting an seperti itu. Ada apa dibalik semua itu? Apa ada mitos tersendiri??.