1. Pengertian Full Day School
Jika
dilihat dari akar katanya, Full day school
berasal dari bahasa Inggris full artinya penuh, day artiya hari,sedangkan
school artinya sekolah, full day school artinya sekolah sepanjang hari.
Full day adalah sekolah sepanjang hari proses belajar mengajar yang diberlakukan
di pagi sampai dengan sore hari, dari jam 06.30- 15.30 WIB, dengan istirahat
dua jam sekali. Dengan
dimulainya jam sekolah pada pukul 06.30- 15.30 WIB sekolah bisa leluasa
mengatur jadwal pelajaran yang mana disesuaikan dengan bobot pelajaran dan ditambah dengan model-model
pendalamannya.
Sedangkan full
day school menurut Sukur Basuki adalah sekolah
yang sebagian waktunya digunakan unuk program-program pembelajaran yang
suasananya informal, tidak kaku, menyenangkan bagi siswa dan membutuhkan kreatifitas
dan inovasi dari guru. Dalam hal ini Sukur berpatokan pada sebuah penelitian
yang mengatakan bahwa waktu belajar efektif bagi anak itu hanya 3-4
jam sehari (dalam suasana formal) dan 7-8 jam sehari (informal).Dalam full day school pelajaran yang dianggap sulit diletakkan di awal
masuk sekolah dan pelajaran yang dianggap cukup mudah diletakkan pada sore
hari. Karena pada sore hari siswa merasa lebih segar dan bersemangat, dengan
demikian pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa akan mudah dicerna karena
proses menerimanya dalam keadaan otak masih segar, namun pada sore hari siswa
akan merasa lemas dan tidak bersemangat karena akifitas seharian, hal itu akan
mempengaruhi kondisi
fisik dan spikis siswa, karena itulah maa full day school ini diterapkan
dengan istirahat 2 jam sekali.
Dengan adanya sistem full school ini
lamanya waktu pembelajaran tersebut tidak akan menjadi beban, karena sebagian
waktunya digunakan untuk waktu-waktu informal. Dan pada sistem ini banyak pola
dan metode dalam proses belajar dan mengajarnya, sistem pengajarannya tidak
topdown atau monologis, karena dengan metode seperti ini mka yang terjadi guru
mengajar dan murid diajar, guru mengetehui segalany dan murid tdak mengethui
apa-apa, guru-guru berfikir dan murid dipikirkan, guru membaca dan murid
mendengarkan, guru menentukan aturan dan murid diatur
Disisi
lain dalam sistem full day school ini menggunakan metode pengajaran
dialogis dan emansipatoris yang mana
sikap ini menawarkan pengajaran yang memposisikan siswa sebagai subjek yang
dominan dalam proses belajar mengajar, guru sebagai fasilitator dan
menstimulator siswa terhadap mata pelajaran untuk dibahas dan diperdalam oleh
siswa dalam sendirinya akan menumbuhkan budaya diskusi dan dialog. Sehingga
dengan lamanya belajar siswa tidak akan jenuh.
2.
Tujuan Fullday School
Kenakalan remaja semakin hari
semkin meningkat, hal ini dapat dilihat dari beberapa media masa dan
koran-koran yang didalamnya tak jarang memuat tentang penyimpangan penyimpangan
yang dilakukan oleh kaum pelajar seperti adanya seks bebas, minum- minuman
keras dan konsumsi obat- obatan terlarang dan sebagainya.
Hal ini akibat dari kurangnya control guru terutama orang tua, di samping itu
juga akibat dari banyaknya waktu luang sepulang sekolah sehingga dibuat kesempatan
siswa untuk melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat. Kenyataan seperti ini tidak terlepas dari faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar siswa, khususnya yang berasal dari dalam diri siswa,
dan faktor tersebut digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu:
1.
Faktor fisiologis
Faktor
fisiologis ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Keadaan jasmani pada umumnya. Keadaan jasmani siswa
mempengaruhi aktivitas belajar siswa, karena siswa yang kurang sehat jasmaninya
yang diakibatkan kekurangan nutrisi akan mengganggu konsentrasi belajar siswa,
siswa akan lebih mudah mengantuk, lesu, lelah dan sebagainya.
b.
Keadaan fungsi-fungsi jasmani terutama panca indra.
Berfungsinya panca indera menjadi syarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan
baik. Dalam sistem persekolahan dewasa ini diantara panca indera yang memegang
peranan penting dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu menjadi
kewajiban bagi siswa untuk menjaga jasmaninya terutama panca inderanya agar
dapat berfungsi dengan baik sehingga siswa sendiri dapat belajar dengan baik
pula.
2.
Faktor psikologis
Arden N.
Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah
sebagai berikut:
a.
Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang
lebih luas.
b.
Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang
tua, guru, dan teman-teman.
c.
Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu
dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun kompetisi.
d.
Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila
menguasai pelajaran, dsb.
Melihat fenomena empiric di atas,
maka muncullah full day school sebagai system pendidikan dengan berbagai
alasan, diantaranya:
1. Meningkatnya single parents dan
banyaknya aktifitas orangtua yang kurang memberikan perhatian kepada anaknya
terutama yang berhubungan dengan aktifitas anak-anak setelah pulang dari
sekolah.
2. Perubahan sosial, budaya yang terjadi
dimasyarakat kita dari masyarakat
agraris menuju ke masyarakat teknologi. Dengan demikian kemajuan teknologi dan
sain berjalan begitu cepat sehingga seorang siswa juga di tuntut untuk
mengembangkan pola fikirnya.
3. Semakin canggihnya dunia komunikasi,
maka dunia seolah-seolah menjadi tanpa batas ( borderless world) yaitu dengan
maraknya program televise dan play station yang mempengeruhi keseharian anak.
Dari
kondisi itu, para praktisi pendidikan berpikir keras untuk merumuskan suatu
paradigma baru dalam pendidikan. Maka diterapkanlah system full day school dalam rangka memaksimlkan waktu luang
anaak-anak agar lebih berguna. Maka secara terperinci tujuan diadakannya full
day school adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan akhlak dan aqidah dalam
menanamkan nilai nilai yang positif
2. Mengembalikan manusia pada fitrahnya
sebagai kholifah di bumi dan sebagai hamba Allah.
3. Untuk memberikan dasar yang kuat dalam
belajar di segala aspek
Disamping tujuan-tujuan diatas, sistem fullday school
yang kebanyakan diterapkan di sekolah berbasis agama, juga memiliki nilai
keunggulan tersendiri, diantaranya adalah:
a. Anak mendapat
pendidikan umum antisipasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
b. Anak memperoleh
pendidikan keislaman secara layak dan proporsional,
c. Anak mendapatkan pendidikan
kepribadian yang bersifat antisipasif terhadap perkembangan sosial budaya yang
ditandai dengan derasnya arus informasi dan globalisasi yang membutuhkan nilai
saring,
d. Potensi anak
tersalurkan melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler,
e. Perkembangan minat,
bakat, dan kecerdasan anak terantisipasi sejak dini melalui pantauan program
bimbingan dan konseling.
3.
Full Day School dalam Perspektif Islam
Penerapan Fullday School sama sekali tidak
bertentangan dengan tuntutan agama islam. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
ayat Al-Qur’an maupun al hadits yang menganjurkan untuk mencari ilmu. Bahkan
ayat yang pertama turun kepada nabi Muhammad adalah surat al ‘Alaq yang artinya:
bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakanmu.
Disamping itu di dalam hadist nabi Muhammad memerintahkan kepada kita
untuk belajar tanpa batas dimanapun dan kapanpun. Berikut hadits Nabi:
اطلب العلم من المهد إلى اللحد
Artinya: “tuntutlah ilmu sejak dari ayunan sampai ke liang lahat”
Ayat dan hadits diatas merupakan seruan dari Allah
kepada manusia baik laki-laki maupun perempuan agar tidak menyia-nyiakan waktu
dengan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat. Full day School merupakan manifestasi dari belajar tanpa batas.
Mengacu pada ayat di atas bahwa dalam system Full day School siswa dihadapkan pada aktifitas-aktifitas belajar
yang menguntungkan selama sehari penuh, sehingga siswa tidak ada waktu luang
untuk melakukan aktifitas-aktifitas yang sifatnya negative dan kurang
menguntungkan.
Mempersiapkan anak
hidup pada masanya adalah kewajiban semua pihak, termasuk di dalamnya orang
tua, sekolah, guru, masyarakat, dan pemerintah. Factor yang sangat menentukan
dalam mempersiapkan generasi mendatang adalah lingkungan dan pendidikan dimana
anak tumbuh dan berkembang. Oleh karenanya perlu disiapkan pola pendidikan yang
dapat mengembangkan fitrah manusia dan fungsi manusia serta lingkungan yang mendukung
upaya pencapaian tersebut.
4.
Pelaksanaan sistem Pembelajaran
Fullday School
Program sekolah sepanjang hari (fullday school) merupakan program
pendidikan yang seluruh aktivitasnya berada di sekolah sepanjang hari (sejak
pagi sampai sore).
Dalam penerapannya, fullday school perlu dilengkapi program
rekreatif dalam pembelajaran agar tidak timbul kebosanan bagi siswa. Program
tersebut juga perlu dilengkapi sistem komunikasi serta koordinasi antara
sekolah dengan orang tua di rumah melalui buku penghubung karena dalam fullday
school anak menghabiskan banyak waktu di sekolah, harus diupayakan agar guru
merupakan uswatun hasanah, menjadi contoh dan model perilaku sosial, emosional,
serta spiritual yang baik bagi anak.
Untuk itu, sekolah yang
melaksanakan fullday school perlu mempertimbangkan, antara lain:
1.
Kesiapan atau ketersediaan prasarana-sarana dan kesiapan fisik
lainnya
2.
Pola manajemen sekolah (MBS)
3.
Penerapan pembelajaran berciri pembelajaran aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAKEM)
4.
Memahami pengaruh perubahan pola belajar dan
pola hidup siswa
5.
Melakukan sosialisasi kepada orang tua dan
masyarakat.
Intinya,
implikasi fullday school perlu memperhatikan kenyamanan siswa dalam
melaksanakan pembelajaran dan kenyamanan orang tua/masyarakat dalam menyerahkan
kepercayaan sepenuhnya kepada sekolah untuk memaksimalkan seluruh potensi siswa
serta mengefektifkan waktu belajarnya.
Untuk
itu, perlu ada sosialisasi yang melibatkan sekolah, orang tua, serta masyarakat
agar terjadi harmonisasi yang baik antara sekolah, masyarakat, dan orang tua.
5.
Perkembangan Siswa di dalam Fullday
School
Model
pembelajaran full day school marak diselenggarakan di berbagai kota besar. Model pembelajaran full day school ini diadakan agar bermanfaat
untuk pengembangan anak dan menolong para orangtua yang sibuk. Memang, tidak butuh biaya yang sedikit untuk menyekolahkan
anak-anak mereka ke sekolah yang menggunakan sistem fullday school, akan tetapi
hal ini dilakukan semata untuk menjaga anak-anak mereka dari dunia luar yang
kurang bermanfaat apabila telah selesai belajar di sekolah. Para orang tua
beranggapan jika anak mereka belajar seharian di sekolah, mereka akan lebih
tenang dan aman jika
anak-anaknya berada di sekolah daripada keluyuran ke luar rumah setelah jam
sekolah.
Di
Malang terdapat beberapa sekolah dengan model full day school. Di
antaranya adalah SD Islam Sabilillah, dan SMP Islam Sabilillah. Becik, guru di
SMP Sabilillah Malang mengungkapkan bahwa SMP Sabillilah dibuka sejak 2003, dan
baru meluluskan satu angkatan. Saat ini SMP Sabilillah memiliki sekitar 300
siswa.
Muncul
kontroversi terkait dengan perkembangan siswa di dalam pembelajaran fullday
school. Beberapa pakar pendidikan ada yang mendukung adanya sistem fullday
school, dan sebagian lagi yang tidak setuju dengan sistem tersebut. Salah
satu pakar pendidikan yang kurang mendukung penerapan full day school adalah
Dr. H. Imron Arifin M.Pd, dosen Universitas Negeri Malang. Dia menyatakan bahwa konsep fullday school berasal dari
negara-negara maju seperti jepang, negara Eropa,
dan Amerika, dimana para
siswanya
mendapat lebih banyak hari libur. Pada musim panas dan musim dingin, misalnya,
mereka libur masing-masing bisa sampai dua bulan. Karena banyak liburnya,
para siswa di negara-negara itu disarankan mendapat pelajaran tambahan.
Akhirnya, banyak sekolah menerapkan sistem fullday school. Kondisi itu berbeda
dengan di Indonesia yang tidak
mengenal libur musim panas dan musim dingin, sehingga ketika
sistem fullday school tersebut diadaptasi
di Indonesia, terjadi kekurangtepatan
sistem. Namun, disisi lain Imron Arifin, tidak mengelak jika penerapan
sistem full day school memiliki sisi positif dan negatifnya. Diantara sisi positif terhadap penerapan sistem fullday
school adalah:
a. Dapat mengefektifkan waktu belajar siswa dan memaksimalkan seluruh
potensi siswa,
sehingga siswa akan mendapat banyak keuntungan secara akademis dibandingkan
dengan anak-anak yang half day school.
b. Orang tua tidak
khawatir terhadap keberadaan putra-putrinya, antara lain pengaruh negatif
kegiatan anak di luar sekolah dapat dikurangi seminimal mungkin karena waktu
pendidikan anak di sekolah lebih lama, terencana dan terarah.
c. Adanya perpustakaan
di sekolah yang representatif dengan suasana nyaman dan enjoy sangat membantu
peningkatan prestasi belajar anak.
d. Dapat meningkatkan
kualitas/mutu pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu
pendidikan.
e. Bagi guru, guru
bisa langsung mengawasi dan menilai kemampuan siswa di bidang edukatifnya.
f. Dapat mengakrabkan
siswa dengan guru, karena guru adalah salah satu motivator siswa dalam belajar.
Disamping
memiliki respon positif, beberapa para pakar pendidikan, orang tua siswa maupun
masyarakat yang menyatakan kurang setuju dengan diadakannya sistem fullday
school di Indonesia. Berikut adalah sisi negatif yang diungkapkan oleh
masyarakat (termasuk para orang tua):
a. anak akan menjadi semakin tercerabut dari budaya
daerahnya sendiri karena tidak ada waktu lebih untuk berinteraksi dengan
lingkungannya.
b. Bisa menanamkan rasa individual yang semakin
tinggi terhadap lingkungan sekitarnya.
c. Kognitif sosialnya tidak terasah dengan baik
karena tidak beragamnya ruang interaksi bagi mereka.
d.
Walaupun nantinya muncul berbagai system
pendidikan yang baik bagi anak, dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan, tapi
bila tidak ada perhatian, pendampingan dan kasih sayang dari orang tua, maka
pendidikan itu tetap akan kurang bagi proses perkembangan mereka.
e.
Ketika anak merasa jenuh, apalagi jika
bermasalah dengan guru, mereka akan stress, dan jika mengalami
kelalahan fisik, mereka bisa sakit. Guru pun bisa mengalami kelelahan, sehingga
mengalami kesulitan mengembangkan diri.
f.
Dianggap sebagai suatu sistem pendidikan yang
hanya meunggulkan nilai akademisnya saja, dan tidak memperhatikan nilai-nilai
kejiwaan yang lainnya.
Dalam ilmu psikologi,
pendidikan merupakan applied dari psikologi yang tidak boleh menonjolkan salah satu fungsi saja dari kejiwaan anak. Misalnya, jika yang ditonjolkan fungsi pikir saja maka akan
cenderung ke intelektualitas, dan jika yang ditonjolkan fungsi rasanya saja
maka akan cenderung ke emosionalitas. Oleh karena itu, perlu upaya untuk
mengintegrasikan dan mengharmoniskan fungsi-fungsi kejiwaan anak tersebut dalam
proses pembentukan kejiwaan (pendidikan) anak.